- Home>
- MAKALAH TENTANG MENUNTUT ILMU
Posted by : life style
Friday, 9 March 2018
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya
milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan
rahmat-Nya saya mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna
memenuhi tugas.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Dan saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang saya hadapi teratasi.
Demikian
Makalah ini kami selesaikan semoga bisa berguna bagi pembaca.
Kisaran, Februari 2018
Tim
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar ................................................................................................................... i
Daftar
Isi ............................................................................................................................ ii
BAB
I Pendahuluan ........................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 1
BAB
II Pembahasan ........................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Ilmu ................................................................................................... 2
2.2 Pengertian Menutut Ilmu .................................................................................... 2
2.3 Dasar Hukum Menuntut Ilmu ............................................................................. 2
2.4 Hadits-Hadits Kewajiban Menuntut
Ilmu .......................................................... 4
2.5 Hukum Menuntut Ilmu ....................................................................................... 5
2.6
Menuntut Ilmu Sebagai Ibadah ......................................................................... 7
2.7 Kewajiban Menuntut Ilmu .................................................................................. 8
2.8 Pentingnya Mengamalkan Ilmu .......................................................................... 9
2.9 Keutamaan Ilmu dan Menuntutnya .................................................................... 11
BAB
III Penutup ................................................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 13
3.2 Saran ................................................................................................................... 13
Daftar
Pustaka .................................................................................................................... 14
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya” (QS At-Taubah :122)
Pada masa sekarang sekolah seakan-akan tempat mencari nilai
tapi bukan mencari ilmu. Begitulah umumnya motivasi anak ketika sekolah dan
menancap betul di dalam hati. Hal ini menjadi orientasi dan tujuan dalam
perjalanan pendidikan pelajar sekarang. Padahal harus disadari jika nilai
bukanlah segalanya. Ketika masuk SMA, pada umumnya yang tergambar dalam pikiran
pelajar adalah bagaimana harus mendapat nilai bagus dengan grafik yang
meningkat secara konsisten, bukannya menurun. Pelajar dituntut SEMANGAT
Belajar, MENGAMALKAN dan MENYAMPAIKAN ILMU untuk belajar demi mendapat nilai
yang baik, jika hasil tidak sesuai maka rasa menyesal bahkan putus asa
menyelimuti.
Jika seseorang belajar hanya berorientasi pada nilai, akan
tetapi yang diperoleh bukan nilai yang baik, sehingga dia merasa tidak
tahu apa yang telah pelajari, semua seperti biasa saja, setelah ulangan atau
ujian semuanya serasa hilang. Hal ini berarti ilmu itu hilang dan rasanya tidak
ada lagi yang tersisa. Namun jika orientasi belajar adalah ilmu maka kehidupan
pelajar menjadi lebih bermakna, dia selalu merasakan kepuasan setiap
selesai belajar, dan tanpa di kejar pun nilai meningkat fantastis.
Sesungguhnya ketulusan niat dan kesabaran dalam melakukan
segala kegiatan sangat diperlukan, bukan hanya untuk mengejar sesuatu.
Seseorang akan rela belajar hingga pagi, hanya untuk mengejar kepuasan belajar,
kenikmatan belajar akan di peroleh. Berbeda sekali ketika belajar hanya untuk
mengejar nilai, sangat susah bagi seseorang untuk belajar hingga tengah malam,
susah untuk memfokuskan diri. Jadi intinya, kita harus melakukan sesuatu dengan
tulus dan tanpa mengharapkan imbalan, atau jangan hanya meminta atau
mengharapkan imbalan dari apa yang kita kerjakan, semuanya itu akan berjalan
beriringan sesuai dengan yang kita kerjakan.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dari Ilmu.?
2.
Apa
pengertian menuntut ilmu.?
3.
Bagaimana
dasar-dasar menuntut ilmu.?
4.
Bagaimana
Hadist-hadist nya.?
5.
Bagaimana
cara mengamalkan ilmu serta menyampaikannya kepada sesama.?
1.3
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari ilmu dan menuntut ilmu yang sesungguhnya.
2.
Untuk
mengetahui dasar-dasar dari menuntut ilmu
3.
Mengetahui
hadist-hadist darinya
4. Untuk mengetahui cara mengamalkan
serta menyampaikannya kepada sesama.
BAB
II
PEMBAHASAN
21.
Pengertian Ilmu
“Secara
bahasa pengertian ilmu adalah lawan kata bodoh/Jahil, sedang secara istilah
berarti sesuatu yang dengannya akan tersingkaplah segala hakikat yang secara
sempurna. Secara istilah Syar’i pengertian ilmu yaitu, ilmu yang sesuai dengan
amal, baik amalan hati, lisan maupun anggota badan dan sesuai dengan petunjuk
Rasulullah Saw.”
Ibnu Munir berkata : “Ilmu adalah
syarat benarnya perkataan dan perbuatan, keduanya tidak akan bernilai kecuali
dengan ilmu, maka ilmu harus ada sebelum perkataan dan perbuatan, karena ilmu
merupakan pembenar niat, sedangkan amal tidak akan di terima kecuali dengan
niat yang benar.”
Dalam pengertian lain “Ilmu itu
modal, tak punya ilmu keuntungan apa yang bisa didapat, ilmu adalah kunci untuk
membuka pintu kebaikan kesuksesan, kunci untuk menjawab pertanyaan dan masalah
di dunia . . .”
Berdasarkan beberapa definisi
tentang pengertian ilmu di atas dapat disimpulkan bahwa, ilmu merupakan sesuatu
yang penting bagi kehidupan manusia karena dengan ilmu semua keperluan dan
kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah baik secara
lisan (perkataan), maupun berupa perbuatan (anggota badan), tanpa ilmu
kesuksesan tak pernah ketemu karena ilmu merupakan bagian terpenting dalam
kehidupan seperti kebutuhan manusia akan oksigen untuk bernapas.
2.2 Pengertian Menuntut Ilmu
“Menuntut
ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah tingkah
laku dan perilaku kearah yang lebih baik,karena pada dasarnya ilmu menunjukkan
jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan.”
Menuntut ilmu merupakan ibadah
sebagaiman sabda Nabi Muhammad Saw.
Artinya :
“Menuntut Ilmu diwajibkan atas orang
islam laki-laki dan perempuan”
Mu’adz bin Jabbal berkata :
“Tuntutlah ilmu, karena mempelajari ilmu karena mengharapkan wajah Allah itu
mencerminkan rasa Khasyyah, mencarinya adalah ibadah, mengkajinya adalah
tasbih, menuntutnya adalah Jihad, mengajarnya untuk keluarga adalah Taqarrub.”
Dengan demikian perintah menuntut
ilmu tidak di bedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal yang paling di
harapkan dari menuntut ilmu ialah terjadinya perubahan pada diri individu ke arah
yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku, sikap dan perubahan aspek lain
yang ada pada setiap individu.
2.3 Dasar Hukum Menuntut Ilmu
a.
Dasar
hukum menuntut ilmu yang pertama yaitu dari hadits Rasullulah SAW,
Yang berbunyi :”Menuntut ilmu itu
hukumnya wajib bagi setiap muslim, waktunya adalah dari buaian ibu (bayi),
sampai masuk liang kubur”. Hadits dari Rasul SAW yang sangat jelas
sekali perintahnya, bahwa dalam Islam menuntut ilmu hukumnya adalah WAJIB yang
artinya adalah, jika dikerjakan dan dilaksanakan kita akan mendapat PAHALA,
jika diabaikan, disepelekan/tidak dilaksanakan kita akan mendapat DOSA.
Jadi permasalahan yang mendesak sekarang adalah, jika kita mengaku sebagai
seorang Muslim, marilah mumpung kita masih diberi kesempatan hidup oleh ALLAH
SWT, segeralah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menuntut ilmu agama Islam
yang benar, benar dalam artian yang sesuai dengan Al-qur`an dan Hadits Shahih
dari Rasullulah SAW, agar kita memperoleh petunjuk dan kebenaran dalam Islam
yang diturunkan oleh ALLAH SWT melalui Rasulnya Muhammad SAW, sehingga kita
dasar dalam beragama Islam tidak hanya menduga-duga atau berprasangka saja.
Kita boleh berhenti menuntut ilmu, hanya jika kita sudah masuk liang kubur /
MATI, jika kita sudah mati sudah tidak ada kewajiban lagi untuk menuntut ilmu.
Jadi jika kita masih hidup, alangkah ironi dan naïf nya , jika kita mengaku
sebagai seorang Muslim, tapi giliran ada yang mengajak untuk menuntut ilmu
agama Islam tentang hukum-hukum ALLAH lewat kajian Al-qur`an dan Hadits Shahih
merasa enggan dan berat sekali, dan banyak sekali alasan-alasan yang
dilontarkan, seakan-akan mau hidup selamanya,..Subhanallah,..sebelum terlambat
marilah koreksi diri kita dan tanyakan dalam hati kita, jika kita sudah tahu
bahwa menuntut ilmu dalam Islam hukumnya adalah wajib, dan ketika ada
kesempatan dan ada orang yang mengajak untuk menuntut ilmu, kemudian kita
menunda-nundanya bahkan menolaknya, sekarang pertanyaan besarnya adalah,
“Masihkah pantaskah kita dihadapan ALLAH SWT, disebut sebagai seorang Muslim…
b.
Dasar hukum menuntut ilmu yang kedua adalah
dalam Surat Al-Ashr,
yang berbunyi sbb : "Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati Supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran". Ingatlah ALLAH SWT telah bersumpah dalam surat ini
dengan masa / waktu yang didalamnya terjadi peristiwa yang baik dan yang buruk,
bersumpah bahwa setiap manusia didunia ini, baik itu orang Islam atau di luar
Islam pasti akan mengalami kerugian, kecuali yang memiliki 4 (empat hal) yaitu
:1. Iman, 2. Amal Shaleh, 3. Saling menasehati supaya mentaati kebenaran, 4.
Saling menasehati supaya menetapi kesabaran.
Melihat empat hal diatas, jika kita sebagai seorang Muslim mau beruntung dan terlepas dari kerugian, maka mau tidak mau, suka atau tidak suka kita harus :
Agar mempunyai Iman, maka kita harus :
Melihat empat hal diatas, jika kita sebagai seorang Muslim mau beruntung dan terlepas dari kerugian, maka mau tidak mau, suka atau tidak suka kita harus :
Agar mempunyai Iman, maka kita harus :
Memaksanya untuk bersungguh sungguh, mempelajari agama Islam yang benar
dengan jalan menuntut ilmu dimana kita tidak akan memperoleh kebahagiaan
didunia maupun akhirat kecuali dengan petunjuk agama Islam yang benar, karena
Iman hanya bisa kita capai dengan belajar dan menuntut ilmu.
Memaksanya untuk bersungguh sungguh mengamalkannya untuk diri kita
dalam kehidupan sehari-hari& setelah kita mengetahui ilmu yang kita
pelajari.
Memaksanya untuk bersungguh-sungguh mendakwahkan dan menyampaikan serta
mengajarkan kepada yang belum mengetahuinya (walaupun Cuma satu ayat), dan
janganlah kita takut jika ada rintangan seperti ditolak, dimusuhi dan lain
sebagainya, karena perintah yang keempat adalah,
Memaksanya untuk bersungguh-sungguh bersabar terhadap kesukaran dan
gangguan manusia dalam menyampaikan hukum-hukum ALLAH lewat Al-qur`an, dan
hanya mengharap Ridho ALLAH SWT saja.
Jadi jika seseorang yang mempunyai
akal dan pikiran yang cerdas dan sensitive, mendengar atau membaca surat
Al-Ashr` ini, pasti akan berusaha untuk menyelamatkan diri dari kerugian,
dengan berusaha memiliki dan melaksanakan ke empat tahapan yang diperintahkan
dalam Surat Al-Ashr`.
Tunggu apa lagi, selagi kita masih
diberi kesempatan hidup, segeralah dan jangan ditunda-tunda lagi, untuk
menuntut ilmu agar jika kita mati, tidak dalam golongan orang yang mengalami
kerugian. Alangkah sayangnya jika kematian telah mendatangi kita, kita masih
belum menjalankan satu pun tahapan dalam surat Al-Ashr, apakah kita mau jika
kelak di alam kubur / barzah keadaannya gelap gulita, padahal disanalah kita
menunggu entah berapa juta tahun lagi, hari kebangkitan seperti yang dijanjikan
ALLAH, Marilah sebelum malaikat maut benar-benar menghampiri kita,
laksanakanlah dulu perintah ALLAH yang pertama dalam Surat Al-Ashr`, yaitu
belajar untuk menuntut ilmu agama Islam yang benar, benar artinya sesuai dengan
Al-qur`an dan Sunnah atau Hadits shahih dari Rasullulah SAW, karena seperti
kata pepatah, kesempatan baik itu jarang sekali yang datang dua kali, dan
semoga kelak jika kita mati, akan termasuk dalam golongan orang-orang Muslim
yang beruntung.
2.4
Hadis-Hadis tentang Kewajiban Menuntut Ilmu
Niscaya
Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Qur’an Al mujadalah
11)
Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim
(baik muslimin maupun muslimah). (HR. Ibnu Majah)
Seseorang yang keluar dari rumahnya
untuk menuntut ilmu niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Syurga
(Shahih Al jami)
Barang siapa berjalan untuk menuntut
ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke syorga. (HR. Muslim).
“Barangsiapa melalui suatu jalan
untuk mencari suatu pengetahuan (agama), Allah akan memudahkan baginya jalan
menuju surga.”(Bukhari)
Siapa yang keluar untuk menuntut
ilmu maka dia berada di jalan Alloh sampai dia kembali (Shahih Tirmidzi)
Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk
ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang
yang mengajar kamu. (HR. Ath-Thabrani)
Sebaik-baik kalian adalah orang yang
belajar Qur’an dan yang mengajarkannya (HR bukhari )
Kelebihan seorang alim (ilmuwan)
terhadap seorang ‘abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh
bintang. (HR. Abu Dawud )
Siapa yang Alloh kehendaki menjadi
baik maka Alloh akan memberikannya pemahaman terhadap Agama (Sahih Ibnu Majah)
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Nabi
saw bersabda, Tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal, yaitu seorang
laki-laki yang diberi harta oleh Allah lalu harta itu dikuasakan penggunaannya
dalam kebenaran, dan seorang laki-laki diberi hikmah oleh Allah di mana ia
memutuskan perkara dan mengajar dengannya.(Bukhari)
Termasuk mengagungkan Allah ialah
menghormati (memuliakan) ilmu, para ulama, orang tua yang muslim dan para
pengemban Al Qur’an dan ahlinya, serta penguasa yang adil. (HR. Abu Dawud dan
Aththusi)
Janganlah kalian menuntut ilmu untuk
membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan
orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk
penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian
orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka … neraka.
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Barangsiapa ditanya tentang suatu
ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan datang pada hari kiamat dengan kendali
(di mulutnya) dari api neraka. (HR. Abu Dawud)
Orang yang paling pedih siksaannya
pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak
bermanfaat. (HR. Al-Baihaqi)
Sesungguhnya Allah tidak menahan
ilmu dari manusia dengan cara merenggut tetapi dengan mewafatkan para ulama
sehingga tidak lagi tersisa seorang alim. Dengan demikian orang-orang
mengangkat pemimpin-pemimpin yang dungu lalu ditanya dan dia memberi fatwa
tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan. (Mutafaq’alaih)
Saling berlakulah jujur dalam ilmu
dan jangan saling merahasiakannya. Sesungguhnya berkhianat dalam ilmu
pengetahuan lebih berat hukumannya daripada berkhianat dalam harta. (HR. Abu
Na’im)
Sedikit ilmu lebih baik dari banyak
ibadah. Cukup bagi seorang pengetahuan fiqihnya jika dia mampu beribadah kepada
Allah (dengan baik) dan cukup bodoh bila seorang merasa bangga (ujub) dengan
pendapatnya sendiri. (HR. Ath-Thabrani)
اطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ
بِالصِّيْنِ
2.5
Hukum Menuntut Ilmu
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari
Anas bin Malik dari Nabi saw bersabda,”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap
muslim.”
Ilmu bisa kita dibagi menjadi dua macam :
a. 4.1. Ilmu-ilmu yar’i
Menuntut ilmu-ilmu syar’i ini merupakan sebuah tuntutan akan tetapi hukum menuntutnya disesuaikan dengan kebutuhan terhadap ilmu tersebut. Ada dari ilmu-ilmu itu yang menuntutnya adalah fardhu ‘ain, artinya bahwa seseorang mukallaf (terbebani kewajiban) tidak dapat menunaikan kewajiban terhadap dirinya kecuali dengan ilmu tersebut, seperti cara berwudhu, shalat dan sebagainya, berdasarkan hadits,”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” Nawawi mengatakan,”Meskipun hadits ini tidak kukuh namun maknanya benar.”
Menuntut ilmu-ilmu itu tidaklah wajib kecuali setelah ada kewajiban tersebut (terhadap dirinya, pen)... Diwajibkan terhadap setiap orang yang ingin melakukan jual beli untuk belajar tentang hukum-hukum jual beli, sebagaimana diwajibkan untuk mengetahui hal-hal yang dihalalkan maupun diharamkan baik berupa makanan, minuman, pakaian atau lainnya secara umum. Demikian pula tentang hukum-hukum menggauli para istri apabila dirinya memiliki istri.
Adapun tentang kewajiban yang segera maka mempelajari ilmu tentangnya juga harus segera. Begitu juga dengan kewajiban yang tidak segera, seperti : haji maka mempelajari tentangnya juga bisa tidak disegerakan, menurut orang-orang yang berpendapat seperti itu.
Dari ilmu-ilmu syar’i itu ada yang menuntutnya adalah fardhu kifayah, yaitu ilmu-ilmu yang mesti dimiliki oleh manusia dalam menegakan agama mereka, seperti menghafal al Qur’an, hadits-hadits, ilmu tentang keduanya, ushul, fiqih, nahwu, bahasa, mengetahui tentang para perawi hadits, ijma’, perbedaan pendapat ulama…
Ada pula ilmu-ilmu syar’i yang menuntutnya adalah disunnahkan, seperti mendalami tentang pokok-pokok dalil, menekuninya dengan segenap kemampuannya yang dengannya bisa menyampaikannya kepada fardhu kifayah.
b. Ilmu-ilmu yang bukan Syar’i
Sedangkan hukum menuntut ilmu-ilmu yang bukan syar’i maka ada yang fardu kifayah, seperti ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk mendukung urusan-urusan dunia, seperti ilmu kedokteran karena ilmu ini menjadi sesuatu yang penting untuk memelihara tubuh, atau ilmu hitung karena ini menjadi sesuatu yang penting didalam muamalah (jual beli), pembagian wasiat, harta waris dan lainnya. Ada juga yang menunututnya menjadi sebuah keutamaan, seperti mendalami tentang ilmu hitung, kedokteran dan lainnya, Namun untuk melakukan ini tentunya membutuhkan kekuatan dan kemampuan ekstra. Ada juga yang menuntutnya diharamkan, seperti menuntut ilmu sihir, sulap, ramalan dan segala ilmu yang membangkitkan keragu-raguan. Ilmu-ilmu ini pun berbeda-beda dalam tingkat keharamannya. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 10370 – 10371)
Adapun untuk mendapatkan ilmu itu sendiri yang paling utama adalah mendatanginya, sebagaimana riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”… Barangsiapa yang melalui suatu jalan untuk mendapatkan ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surgea.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Hurairoh dan dia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
Hadits ini menunjukkan bahwa dianjurkan bagi seseorang untuk keluar dari rumahnya mendatangi majlis-majlis ilmu walaupun dirinya harus melakukan perjalanan yang jauh seperti kisah Nabi Musa dengan Khaidir. (Baca : Majelis Ilmu dan Jalan Ke Surga)
Hal lain yang perlu diketahui oleh para penuntut ilmu ini adalah meyakini bahwa orang-orang yang menjadi sumber ilmunya (guru) itu adalah orang-orang yang shaleh, bertanggung jawab terhadap ilmunya, memiliki prilaku yang baik, amanah, jujur, mengamalkan ilmunya.
Adapun cara untuk mendapatkan ilmu bisa dengan mendatangi sumber ilmu secara langsung di majlisnya atau bisa juga dengan mencari atau memperdalamnya melalui sarana-sarana media yang sangat mudah didapat saat ini, baik cetak maupun elektronik. Setelah itu hendaklah dirinya melakukan penelaahan terhadap setiap ilmu / pengetahuan yang didapatnya untuk diterima atau ditolak. Karena setiap pendapat atau perkataan seseorang bisa diterima atau ditolak kecuali pendapat Rasulullah saw. Akan tetapi jika telah jelas kebenarannya maka tidak boleh baginya untuk berpaling darinya karena pada dasarnyan kebenaran itu berasal dari Allah swt.
Ilmu bisa kita dibagi menjadi dua macam :
a. 4.1. Ilmu-ilmu yar’i
Menuntut ilmu-ilmu syar’i ini merupakan sebuah tuntutan akan tetapi hukum menuntutnya disesuaikan dengan kebutuhan terhadap ilmu tersebut. Ada dari ilmu-ilmu itu yang menuntutnya adalah fardhu ‘ain, artinya bahwa seseorang mukallaf (terbebani kewajiban) tidak dapat menunaikan kewajiban terhadap dirinya kecuali dengan ilmu tersebut, seperti cara berwudhu, shalat dan sebagainya, berdasarkan hadits,”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” Nawawi mengatakan,”Meskipun hadits ini tidak kukuh namun maknanya benar.”
Menuntut ilmu-ilmu itu tidaklah wajib kecuali setelah ada kewajiban tersebut (terhadap dirinya, pen)... Diwajibkan terhadap setiap orang yang ingin melakukan jual beli untuk belajar tentang hukum-hukum jual beli, sebagaimana diwajibkan untuk mengetahui hal-hal yang dihalalkan maupun diharamkan baik berupa makanan, minuman, pakaian atau lainnya secara umum. Demikian pula tentang hukum-hukum menggauli para istri apabila dirinya memiliki istri.
Adapun tentang kewajiban yang segera maka mempelajari ilmu tentangnya juga harus segera. Begitu juga dengan kewajiban yang tidak segera, seperti : haji maka mempelajari tentangnya juga bisa tidak disegerakan, menurut orang-orang yang berpendapat seperti itu.
Dari ilmu-ilmu syar’i itu ada yang menuntutnya adalah fardhu kifayah, yaitu ilmu-ilmu yang mesti dimiliki oleh manusia dalam menegakan agama mereka, seperti menghafal al Qur’an, hadits-hadits, ilmu tentang keduanya, ushul, fiqih, nahwu, bahasa, mengetahui tentang para perawi hadits, ijma’, perbedaan pendapat ulama…
Ada pula ilmu-ilmu syar’i yang menuntutnya adalah disunnahkan, seperti mendalami tentang pokok-pokok dalil, menekuninya dengan segenap kemampuannya yang dengannya bisa menyampaikannya kepada fardhu kifayah.
b. Ilmu-ilmu yang bukan Syar’i
Sedangkan hukum menuntut ilmu-ilmu yang bukan syar’i maka ada yang fardu kifayah, seperti ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk mendukung urusan-urusan dunia, seperti ilmu kedokteran karena ilmu ini menjadi sesuatu yang penting untuk memelihara tubuh, atau ilmu hitung karena ini menjadi sesuatu yang penting didalam muamalah (jual beli), pembagian wasiat, harta waris dan lainnya. Ada juga yang menunututnya menjadi sebuah keutamaan, seperti mendalami tentang ilmu hitung, kedokteran dan lainnya, Namun untuk melakukan ini tentunya membutuhkan kekuatan dan kemampuan ekstra. Ada juga yang menuntutnya diharamkan, seperti menuntut ilmu sihir, sulap, ramalan dan segala ilmu yang membangkitkan keragu-raguan. Ilmu-ilmu ini pun berbeda-beda dalam tingkat keharamannya. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 10370 – 10371)
Adapun untuk mendapatkan ilmu itu sendiri yang paling utama adalah mendatanginya, sebagaimana riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”… Barangsiapa yang melalui suatu jalan untuk mendapatkan ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surgea.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Hurairoh dan dia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
Hadits ini menunjukkan bahwa dianjurkan bagi seseorang untuk keluar dari rumahnya mendatangi majlis-majlis ilmu walaupun dirinya harus melakukan perjalanan yang jauh seperti kisah Nabi Musa dengan Khaidir. (Baca : Majelis Ilmu dan Jalan Ke Surga)
Hal lain yang perlu diketahui oleh para penuntut ilmu ini adalah meyakini bahwa orang-orang yang menjadi sumber ilmunya (guru) itu adalah orang-orang yang shaleh, bertanggung jawab terhadap ilmunya, memiliki prilaku yang baik, amanah, jujur, mengamalkan ilmunya.
Adapun cara untuk mendapatkan ilmu bisa dengan mendatangi sumber ilmu secara langsung di majlisnya atau bisa juga dengan mencari atau memperdalamnya melalui sarana-sarana media yang sangat mudah didapat saat ini, baik cetak maupun elektronik. Setelah itu hendaklah dirinya melakukan penelaahan terhadap setiap ilmu / pengetahuan yang didapatnya untuk diterima atau ditolak. Karena setiap pendapat atau perkataan seseorang bisa diterima atau ditolak kecuali pendapat Rasulullah saw. Akan tetapi jika telah jelas kebenarannya maka tidak boleh baginya untuk berpaling darinya karena pada dasarnyan kebenaran itu berasal dari Allah swt.
Apabila
kita memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadist, maka terdapatlah beberapa suruhan
yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, untuk
menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut
kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala
ilmu, baik dengan jalan menanya, melihat atau mendengar. Perintah kewajiban
menuntut ilmu terdapat dalam hadist Nabi Muhammad saw :
Artinya : "Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan". (HR. Ibn Abdulbari).
Dari hadist ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemashlahatan dan jalan kemanfaatan; menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dangan 'aqaid dan ibadat, baik yang berhubungan dengan soal-soal keduniaan dan segala kebutuhan hidup.
Nabi Muhammad saw.bersabda
: مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya : "Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula". (HR.Bukhari dan Muslim)
Artinya : "Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan". (HR. Ibn Abdulbari).
Dari hadist ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemashlahatan dan jalan kemanfaatan; menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dangan 'aqaid dan ibadat, baik yang berhubungan dengan soal-soal keduniaan dan segala kebutuhan hidup.
Nabi Muhammad saw.bersabda
: مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya : "Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula". (HR.Bukhari dan Muslim)
Oleh
karena itu, ilmu-ilmu seperti ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu bahasa 'arab, ilmu
sains seperti perubatan, kejuruteraan, ilmu perundangan dan sebagainya adalah
termasuk dalam ilmu yg tidak diwajibkan untuk dituntuti tetapi tidaklah
dikatakan tidak perlu kerana ia adalah daripada ilmu fardhu kifayah. Begitu
juga dengan ilmu berkaitan tarekat ia adalah sunat dipelajari tetapi perlu
difahami bahawa yg paling aula (utama) ialah mempelajari ilmu fardhu 'ain
terlebih dahulu. Tidak mempelajari ilmu fardhu 'ain adalah suatu dosa kerana ia
adalah perkara yg wajib bagi kita untuk dilaksanakan dan mempelajari ilmu
selainnya tiadalah menjadi dosa jika tidak dituntuti, walau bagaimanapun
mempelajarinya amat digalakka Ilmu yang diamalkan sesuai dengan
perintah-perintah syara'. Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu adakalanya
wajib 'ain dan adakalnya wajib kifayah. Sedang ilmu yang wajib kifayah hukum
mempelajarinya, ialah ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu
tafsir, ilmu hadist dan sebagainya. Ilmu yang wajib 'ain dipelajari oleh
mukallaf yaitu yang perlu diketahui untuk meluruskan 'aqidah yang wajib
dipercayai oleh seluruh muslimin, dan yang perlu di ketahui untuk melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan atasnya, seperti shalat, puasa, zakat dan
haji.
2.6 Menuntut Ilmu
Sebagai Ibadah
ILMU merupakan ibadah. Sebagian ulama bahkan mengatakan: Ilmu adalah shalat yang tersembunyi dan ibadah hati. (Hilyah Thalibul Ilm hal. 9)
Maka tentunya dibutuhkan keikhlasan
dalam menuntutnya, yakni benar-benar karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan
karena kepentingan dunia. Allah berfirman:
"Dan mereka tidak diperintahkan
kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama
kepada-Nya." (Al Bayyinah: 5)
Nabi juga bersabda:
"Barangsiapa mempelajari ilmu
yang diharapkan dengannya wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala (ilmu syariat -pent),
ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan bagian dari dunia, maka ia
tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat." (Shahih, HR. Ahmad,
Abu Dawud, Hakim, dan Baihaqi. Lihat Shahihul Jami’: 6159)
Juga hendaknya ia berniat
menghilangkan kebodohan dari dirinya, karena bodoh itu sifat tercela
lebih-lebih menurut agama. Oleh karenanya, Nabi Musa ‘alaihis salam berlindung
kepada Allah dari kebodohan, katanya:
"Ya Allah sungguh aku
berlindung kepada-Mu agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh." (Al
Baqarah: 67)
Demikian pula Nabi Yusuf ‘alaihis
salam berlindung kepada Allah dari kebodohan. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
menasehatkan hal ini kepada Nabi Nuh ‘alaihis salam:
"… Sesungguhnya Aku
memperingatkanmu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."
(Hud: 46)
Sebaliknya, ilmu syariat adalah
sesuatu yang terpuji dan dianjurkan. Maka tentu saja, niat untuk berilmu dan
menghindari kebodohan adalah niat yang baik.
Imam Ahmad rahimahullah pernah
ditanya oleh muridnya yang bernama Al Muhanna. Katanya: Apakah amalan yang
terbaik? Jawab Imam Ahmad: Menuntut ilmu. Kukatakan: Buat siapa keutamaan ini?
Jawabnya: Bagi yang niatnya benar. Kukatakan: Bagaimana niat yang benar?
Jawabnya: Berniat untuk bertawadhu’ padanya dan untuk
menghilangkan kebodohan dari dirinya. Dalam riwayat lain: Juga dari umatnya. (Adab Syar’iyyah 2:38 dan Kitabul Ilmi-Ibnu Utsaimin hal. 27)
menghilangkan kebodohan dari dirinya. Dalam riwayat lain: Juga dari umatnya. (Adab Syar’iyyah 2:38 dan Kitabul Ilmi-Ibnu Utsaimin hal. 27)
Termasuk niat yang baik adalah
membela syariat. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan, hendaknya
penuntut ilmu berniat mencari ilmu untuk membela syariat. Karena, membela
syariat tidak mungkin dilakukan kecuali oleh para pembawa syariat itu. Ilmu itu
persis seperti senjata, …dan sesungguhnya bid’ah yang baru akan terus muncul
sehingga terkadang sebuah bid’ah tidak muncul di jaman terdahulu dan tidak
terdapat dalam buku-buku. Sehingga, tidak mungkin membela syariat ini kecuali
seorang penuntut ilmu. (Kitabul Ilmi-Ibnu Utsaimin:28
Cara untuk mendapat hidayah dan
mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah dengan menuntut ilmu syar’i.
Menuntut ilmu sebagai jalan yang lurus (ash shirathal mustaqim), untuk
memahami antara yang haq dan bathil, yang bermanfaat dengan yang mudaharat(membahayakan),
yang dapat mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang muslim tidaklah cukup hanya menyatakan
ke-Islamannya, tanpa memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya itu harus
dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam.
Untuk itu, menuntut ilmu merupakan
jalan menuju kebahagiaan yang abadi. Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut
ilmu syar’i. Rasulullah Shallallahu'alaihi wa salam bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى
كُلِّ مُسْلِمٍ (رواه ابن ماجه 224 عن أنس بن مالك t )
Menuntut ilmu itu wajib atas setiap
muslim. (HR Ibnu Majah No. 224 dari
shahabat Anas bin Malik t, lihat Shahih Jamiush Shagir, no. 3913)2
2.7
Kewajiban
Menuntut Ilmu
Dasar hukum menuntut ilmu yaitu
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits nabi Muhammad saw. Banyak sekali hadits dan ayat Al-Qur’an yang menerangkan
tentang menuntut ilmu.
Di dalam Islam, menuntut ilmu merupakan
perintah sekaligus kewajiban. Manusia diperintahkan untuk menuntut ilmu, karena
dengan ilmu pengetahuan kita bisa mencapai apa yang dicita-citakan baik di
dunia maupun di akhirat. Apalagi sebagai seorang muslim itu wajib hukumnya
seperti dalam sebuah hadits disebutkan bahwa :
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.”
(Hadits sahih, diriwayatkan dari beberapa sahabat
diantaranya: Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ali bin Abi Thalib,
dan Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu Anhum. Lihat: Sahih al-jami: 3913)
Maka jelas kiranya bahwa menuntut ilmu
pengetahuan memang diwajibkan. Dengan ilmu kita bisa meraih dunia, dengan ilmu
kita dapat meraih akhirat dan dengan ilmu pula kita bisa meraih kedua-duanya.
Firman Allah pada surat Al-Alaq ayat
1-5 , berbunyi :
Artinya : “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan , Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan
kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” ( Al-Alaq :
1-5)
Ini ayat pertama yang turun kepada
Rasulullah. Ayat ini berisi perintah untuk membaca,menulis, dan juga belajar.
Allah telah memberikan manusia sifat fitrah dalam dirinya untuk bisa belajar
dan menggapai bermacam ilmu pengetahuan dan keterampilan hingga dapat menambah
kemampuannya untuk mengembanamana[4]t kehidupan di muka bumi ini.
Rasulullah sering berbicara tentang
keutamaan ilmu dan bahkan mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. Perintah
untuk menuntut ilmu ini merupakan salah satu pusat perhatian Islam bagi para
pemeluknya.
2.8 Pentingnya Mengamalkan Ilmu
Ilmu yang telah didapat dari usaha menuntut ilmu adalah
untuk di amalkan karena ilmu itu terjaga dan tidak mudah hilang apabila telah
diamalkan, terkhusus pada diri sendiri, apakah ilmu yang telah didapat di
amalkan pada kebaikan diri sendiri karena sebelum mengamalkan ilmu pada orang
lain setidaknya telah diamalkan pada diri sendiri. Setinggi apapun seseorang
menuntut ilmu jika tidak di amalkan maka dengan sendirinya ilmu tersebut akan
mudah hilang, ilmu akan bertambah jika di amalkan sebaliknya ilmu akan
menghilang jika tidak di amalkan.
Diantara salaf ada yang berkata-kata
: “usaha kami untuk menjaga ilmu yang kami miliki bersandar pada amalan kami,
sebagian lagi mengatakan : ilmu itu menuntut untuk di amalkan, jika tuntutan
ilmu itu telah terpenuhi maka ia akan menetap dan jika tidak di penuhi maka ia
akan pergi menghilang.”
Sekecil apapun ilmu yang diajarkan
kepada orang lain selama itu bersifat kebaikan niscaya Allah akan senantiasa
meridhainya. Ibnu Abbas berkata : “Sesungguhnya orang yang mengajarkan kebaikan
kepada orang lain, maka setiap hewan melata akan menohonkan ampunan baginya,
termasuk pula ikan paus di lautan, (Mukhtasar Minhajul Qashidin ; 11).” Orang
yang mengajarkan ilmu akan mendapatkan balasan pahala seperti pahala orang yang
mengamalkan ilmu tersebut, dan yang lebih utamanya lagi ialah pahala seorang
alim akan terus bermanfaat dan tidak akan terputus meskipun telah wafat.
Dengan mengaplikasikan ilmu yang
telah didapat dan menyeru kepadaNya serta berlaku sabar dalam menjalaninya agr
ilmu yang telah di peroleh memiliki buah yang baik dan dapat berkembang, dengan
demikian banyak orang lain yang dapat menfaat dari ilmu tersebut.
Hendaklah diketahui bahwa hanya
dengan ilmu derajat seseorang bisa terangkat, kecuali jika ilmu tersebut telah
diamalkan. Dalam menafsirkan ayat ; “Dan kalau kami menghendaki, sesungguhnya
kami tinggikan dengan ayat-ayat itu” (QS. Al-A’raaf ; 176).” Ayat ini
menunjukkan dengan jelas bahwa hanya dengan ilmu, derajat seseorang tidak bisa
terangkat, karena Allah telah mengkhabarkan dalam ayat tersebut bahwa dia telah
mendatangkan kepada sekelompok orang ayat-ayat tersebut, dan ia tidak bisa
mengangkat derajat mereka. Sesungguhnya derajat orang yang berilmu hanyalah
terangkat sesuai dengan kadar pengemalannya dan seseorang yang telah
mengamalkan ilmu yang telah di dapatnya niscaya Allah Swt akan mengajarkan
kepadanya ilmu yang belum di kehendakinya.
“Barangsiapa yang dikehendaki oleh
Allah menjadi orang yang baik, maka ia akan difahamkan dalam urusan agama.”
[HR. Bukhari]
Islam mewajibkan kaum muslimin dan
muslimat untuk menuntut ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat, sebab orang
yang berilmu di masyarakat menduduki derajat yang tinggi, sedangkan yang tidak
berilmu menduduki derajat yang rendah.
Islam menganggap bahwa agama tidak
akan mendapat tempat yang baik, apabila orang-orang Islam sendiri tidak
mempunyai pengetahuan yang matang dan pikiran yang sehat. Oleh karena itu,
pengetahuan bagi Islam bagaikan ruh (nyawa) bagi manusia.
Berdasarkan pernyaaan di atas, maka
saya akan kemukakan nasehat yang utama bagi kita semua. Yakni tentang perlunya
semangat dalam menuntut ilmu dan tafaqquh fid-din, akan tetapi pada
kenyataannya banyak dari kita yang tidak sungguh-sungguh dalam belajar, bahkan
meninggalkannya (berpaling darinya). Telah menjadi keprihatinan tersendiri
dalam benak saya. Oleh karena itu, insya Allah akan dijelaskan dan diuraikan
urgensi tholibul ilmi dari dalil-dalil Al_Qur’an, disertai
ta’liq sederhana.
Ikhwan wa akhwat fillah yang
dirahmati_Nya,
Allah subhanahu wa ta’ala telah banyak memaparkan pentingnya menuntut ilmu dalam deretan firman_Nya yang mengagumkan.
Allah subhanahu wa ta’ala telah banyak memaparkan pentingnya menuntut ilmu dalam deretan firman_Nya yang mengagumkan.
Artinya : “Allah menyatakan
bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan
keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. Ali Imran (3): 18]
Sesungguhnya wajib bagi kita
bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan cara melaksanakan kewajiban
terhadap-Nya. Merupakan kewajiban karena nikmat yang telah diberikan Allah
Subhanahu wa Ta'ala kepada kita. Seseorang yang tidak melaksanakan kewajibannya
kepada orang lain yang telah memberikan sesuatu yang sangat berharga baginya,
ia adalah orang yang yang tidak tahu berterima kasih. Maka manusia yang tidak
melaksanakan kewajibannya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah manusia yang
paling tidak tahu berterima kasih.
Apakah
kewajiban yang harus kita laksanakan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang
telah memberikan karuniaNya kepada kita? Jawabannya adalah karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan karuniaNya kepada kita dengan petunjuk ke
dalam Islam dan mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wa salam, maka bukti
terima kasih kita yang paling baik adalah dengan beribadah hanya kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala secara ikhlas, mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala,
menjauhkan segala bentuk kesyirikan, ittiba’ (mengikuti) Nabi
Muhammad Shallallahu'alaihi wa salam, taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
RasulNya Shallallahu'alaihi wa salam, yang dengan hal itu kita menjadi muslim
yang benar.
Muslim
sejati ialah muslim yang mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala semata dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, serta ittiba’ hanya
kepada Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wa salam. Oleh karena itu untuk menjadi
seorang muslim yang benar, ia harus menuntut ilmu syar’i. Ia harus
belajar agama Islam, karena Islam adalah ilmu dan amal shalih. Rasulullah
Shallallahu'alaihi wa salam diutus Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk membawa keduanya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
)هُوَ
الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى
الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ(
Dia-lah yang telah mengutus RasulNya
(dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya
atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (QS At Taubah:33 dan Ash Shaf : 9).
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga
berfirman :
) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ
بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى
بِاللَّهِ شَهِيدًا(
Dia-lah yang telah mengutus RasulNya
dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkanNya terhadap semua
agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (QS Al Fath : 28).
Yang
dimaksud dengan الهُدَى (petunjuk) ialah ilmu yang
bermanfaat, dan دِيْنُ الْحَقِ (agama yang benar) ialah
amal shalih. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Nabi Muhammad
Shallallahu'alaihi wa salam untuk menjelaskan kebenaran dari kebatilan,
menjelaskan tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala, sifat-sifatNya,
perbuatan-perbuatanNya, hukum-hukum dan berita yang datang dariNya,
memerintahkan semua yang bermanfaat untuk hati, ruh dan jasad. Beliau
Shallallahu'alaihi wa salam memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah
semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, mencintaiNya, berakhlak dengan
akhlak yang mulia, beramal shalih, beradab dengan adab yang bermanfaat. Beliau
Shallallahu'alaihi wa salam melarang perbuatan syirik, amal dan akhlak yang
buruk yang berbahaya untuk hati dan badan, dunia dan akhirat.1
Cara
untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah
dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu sebagai jalan yang lurus (ash
shirathal mustaqim), untuk memahami antara yang haq dan bathil, yang
bermanfaat dengan yang mudaharat(membahayakan), yang dapat
mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang
muslim tidaklah cukup hanya menyatakan ke-Islamannya, tanpa memahami Islam dan
mengamalkannya. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan melaksanakan
konsekuensi dari Islam.
Untuk
itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. Seorang
muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu syar’i. Rasulullah
Shallallahu'alaihi wa salam bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (رواه ابن
ماجه 224 عن أنس بن مالك t )
Menuntut ilmu itu wajib atas setiap
muslim. (HR Ibnu Majah No. 224 dari
shahabat Anas bin Malik t, lihat Shahih Jamiush Shagir, no. 3913)
2. 9. Keutamaan Ilmu
dan Menuntutnya
Ilmu memiliki keutamaan, diantaranya :
9.1. Menuntut ilmu adalah jalan menuju
Surga. Rasulullah Shallallahu'alaihi wa
salam bersabda :
…مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ
اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
(رواه
مسلم4/2074 رقم 2699 و غيره عن أبي هريرة t )
Barangsiapa yang menempuh suatu
jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju
Surga. (HR Muslim 4/2074 no. 2699 dan
yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah t).
9.2. Warisan para Nabi, sebagaimana
sabda Rasululloh :
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ
الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا
إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ رَوَاه
التِّرْمِذِيْ
Sesungguhnya para ulama adalah
pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham,
namun hanya mewariskan ilmu. Sehingga siapa yang mengambil ilmu tersebut maka
telah mengambil bagian sempurna darinya (dari warisan tersebut). (HR At
Tirmidzie )
9.3. Allah mengangkat derajat ahli ilmu didunia dan akherat,
sebagaimana firmanNya:
Hai orang-orang yang beriman,
apabila dikatakan kepadamu:”Berlapang-lapanglah dalam majlis”, lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.Dan apabila dikatakan:”Berdirilah
kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 58:11)
9.4. Ilmu Pintu kebaikan dunia dan
akherat, sebagaimana sabda Rasululloh :
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا
يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Barang siapa yang Allah inginkan
padanya kebaikan maka Allah fahamkan agamanya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-tiap muslim jangan picik ; dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diridhai Allah swt. Rasulullah Saw.,
bersabda: مٍطَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam”
(Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)
Seorang
muslim tidaklah cukup hanya menyatakan ke-Islamannya, tanpa memahami Islam dan
mengamalkannya. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan melaksanakan
konsekuensi dari Islam.
Untuk
itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. Seorang
muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu syar’i. Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa salam bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (رواه ابن
ماجه 224 عن أنس بن مالك t )
Menuntut ilmu itu wajib atas setiap
muslim. (HR Ibnu Majah No. 224 dari
shahabat Anas bin Malik t, lihat Shahih Jamiush Shagir, no. 3913)
3.2
Saran
Kita sebagai golongan terpelajar jangan
hanya menjadikan kitab- kitab hadits sebagai buku hiasan saja atau buku
pelengkap referensi, tetapi hendaklah kita baca, maknai, dan ditafsiri dengan
baikdan selanjutnya di amalkan dengan segenap kemampuan.
Dan kiranya makalah kami ini sangat
jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi
meningkatkan kesempurnaan makalah yang kami tulis ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Hadisaputra Ihsan, 1981, “Anjuran untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan Pendidikan dan Pengalamannya”, Surabaya : Al – Ikhlas